Senin, 22 Agustus 2011

Ke Rumah Takako Sensei


Sudah empat hari ini (sejak Jumat, 19/8) Tokyo diguyur hujan. Suhu udara sekarang berkisar 22 °C. I like it. Sejuk, tidak panas lagi. Tidak perlu mandi 4 – 5 kali lagi dalam sehari dan tidak perlu berendam di ofuro dingin berlama-lama.
    Hari Kamis lalu (18/8) suhu udara di sekitar Tokyo tercatat 37 °C, bahkan di Saitama 38,5 °C. Rasanya seperti dalam sauna, keringat bercucuran. Sesuai dengan janji saya melalui telepon, saya bertemu Takako Sensei di stasiun Myougadani. Hmm… bertemu Takako Sensei di Jepang, sampai hari ini saya tidak percaya, apalagi kemudian diajak ke rumah keluarganya.
    Rumah keluarga Takako Sensei ternyata hanya beda 4 stasiun dengan rumah di mana saya tinggal. Dari stasiun Myougadani naik subway Marunouchi-sen sampai Ikebukuro, kemudian ganti jalur kereta naik Saikyou-sen ke stasiun Juujou, hanya butuh 20 menit. Dekat.
    Sampai di stasiun Juujou pukul 16.30 udara sudah mulai bersahabat, tidak sepanas siangnya. Tapi kaus saya masih basah karena keringat, meskipun naik densha yang berpenyejuk. Hari itu memang luar biasa panasnya. Senjata saya hanya satu: uchiwa (団扇). Ya, kipas bulat ini yang menyelamatkan saya dalam panas terik hari itu. Untuk ke rumah Takako Sensei rupanya melalui pasar ‘tradisional’. Kata Takako Sensei, pasar seperti ini biasa ada di Jepang, memang biasanya ada di dekat stasiun. (Tapi di Myougadani atau Korakuen tidak ada ya??) Di pasar ini Takako Sensei, beli banyak buah-buahan, makanan khas Jepang yang belum pernah saya makan.
    Sampai di rumah Takako Sensei hari sudah mulai gelap. Rumah Takako Sensei ini, menurut saya sangat tradisional mulai dari taman, interior dan pernak-pernik lainnya. Menarik. Di rumah ini saya berjumpa adik laki-laki Takako Sensei dan keluarganya yang sekarang tinggal di rumah ini. Mereka semua baik dan ramah.
    Di rumah ini saya makan buah yang dibeli Takako Sensei di pasar tadi. Nama buahnya ichijiku (いちじく) bentuk buahnya seperti jambu air tapi daging buahnya lunak dan rasanya manis legit seperti tepung.
Ichijiku (いちじく)
    Saya dipersilakan duduk di ruangan dengan tikar tatami (), di ruangan ini juga terdapat kamidana, yang semenjak saya datang menarik perhatian saya. Kamidana (神棚) secara harfiah berarti altar dewa menurut kepercayaan Shinto. Jadi, kamidana ini adalah semacam miniatur kuil Shinto (jinja 神社) yang terdapat di rumah-rumah orang Jepang. Menurut adik Takako Sensei, sekarang ini rumah-rumah orang Jepang jarang terdapat kamidana
Kamidana (神棚)

    Di ruang sebelah tempat kami makan, terdapat butsudan (仏壇) dan tokonoma (床の間). Berbeda dengan kamidana, butsudan ini adalah altar Budha, biasanya nama orang yang sudah meninggal juga diletakkan di sini. Sedangkan tokonoma adalah titik pusat ruangan khas Jepang (washitsu 和室) yang biasanya terdapat pajangan yang berharga seperti kaligrafi (kakejiku 掛け軸), ikebana, guci, dsb. Nah, menurut Takako Sensei, di rumah keluarganya ini terdapat dua tokonoma. Jadi bagian tempat memajang pajangan lebih banyak. Di tokonoma ini saya juga melihat masing-masing foto kaisar Akihito dan permaisuri Michiko. Sangat nasionalis. 
butsudan (仏壇)
Tokonoma (床の間)

Foto bersama keluarga Takako Sensei

    Hari sudah beranjak malam, setelah foto bersama saya pamit pulang, benar-benar hari yang tidak akan pernah saya lupakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar