Senin, 29 Agustus 2011

03:45午前、東京で眠れられない。。。


03:45 Di Tokyo, tidak bisa tidur …

Hmm … sudah dini hari, tapi belum juga mata ini bisa dipejamkan. Baru menutup mata sudah buka lagi, tengok komputer, lihat internet. Kenapa ya? Apa terlalu senang karena tadi sore menu berbuka berbeda dari biasanya. Makan makanan Indonesia yang rasanya sudah seperti di negara sendiri. Sibuk makan sampai bolak-balik ke meja makan, ambil ini itu. Ujung-ujungnya jadi diam, kekenyangan. Hahaha..
    Biasanya kalau berbuka puasa di rumah, ya makan seadanya dan sedapatnya. Tapi berhubung sudah menjelang akhir Ramadhan, tidak ada salahnya mencoba berbuka puasa di Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT), mumpung masih di Jepang. Lagian buka puasa di sini cuma-cuma alias gratis tis tis …
    Kalau dari rumah sekitar 40 menit, naik kereta bawah tanah (chikatetsu地下鉄) Namboku-sen dari stasiun Korakuen yang dalamnya sampai 168 meter di bawah tanah. Masih kalah dalam sih dari Oedo-sen yang 360 meter di bawah tanah. Bisa dibayangkan kalau ada gempa besar, mereka yang terjebak di bawah tanah nun jauh di sana pasti harus ekstra bersusah payah untuk ke permukaan. Tapi sangat praktis, tidak perlu ganti-ganti kereta, cukup duduk tenang, 21 menit kemudian sampai stasiun Meguro, tidak ada macet.
    Baru sampai SRIT langsung ke lantai dua, tempat sholat Maghrib berjamaah. Makanan pertama yang masuk ke mulut adalah bubur kacang hijau campur kacang hitam … nyam-nyam-nyam, mimpi apa semalam bisa makan makanan ajaib ini. Hahahaha … ditemani teh manis hangat yang rasanya pas sekali. Kalau kata Pak Bondan pakar kuliner yang tersohor itu, “maknyus tenan”.
    Selesai sholat maghrib langsung ikut antre di lantai satu, tempat makan bersama. Nah, menunya lebih mengejutkan lagi. Nasi putih, sosis, ikan pindang, bakwan, kerupuk (yang ini malas makan, masih banyak di rumah –bosen hehehe), sop daging dan … SAMBAL segar. Makanan yang rasanya pedas ini membuat acara berbuka puasanya jadi lebih semangat. Kangen sekali bisa makan sambal segar, biasanya makan yang instan alias botolan. Ini yang paling membuat seperti di negara sendiri.
    Tadi di sana juga makan buah semangka, di sini buah yang banyak airnya ini mahalnya bukan kepalang. Harga buah-buahan di Jepang, sebenarnya tidak bisa  dibandingkan dengan harga di Indonesia. Terutama untuk buah dari negara tropis, pasti butuh biaya transportasi, distribusi, dsb. Apalagi biaya hidup di sini memang sudah tinggi. Sempat tadi mampir ke 100shop, ada satu buah semangka kecil kira-kira sebesar bola voli, harganya kalau dikurskan menjadi sekitar Rp150.000,- Kalau di Jakarta, mungkin hanya Rp30.000,- bahkan bisa kurang. Mahal kan?
    Selesai makan-makan yang sangat mengenyangkan, langsung bergegas pulang. Hahaha … SMP banget, bukan kependekan dari Sekolah Menengah Pertama, tapi Sudah Makan Pulang. Bukannya ikut sholat Isya berjamaah, tapi langsung sayounara, ckckckck .. emang kaga ada otaknya? Wakakakak … :P


Rabu, 24 Agustus 2011

Larangan bagi yang Bertato


Ini catatan untuk teman-teman yang mau pergi ke Jepang, khususnya mereka yang bertato. Di Jepang, tato (irezumi  入れ墨) memiliki sejarah panjang yang hingga kini sulit dilepaskan dari image negatif. Diperkirakan tato telah ada di Jepang semenjak zaman Yayoi (300 SM–300 M) dan diperkenalkan oleh para pendatang dari China. Pada masa ini tato digunakan sebagai simbol status seseorang dan kepentingan spiritual.
    Baru kemudian pada zaman Kofun (300–600 M), tato mulai dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif. Alih-alih digunakan untuk simbol status dan tujuan ritual, tato pada zaman ini digunakan sebagai penanda orang-orang yang melakukan tindakan kriminal. Jadi, tidak heran sampai saat ini orang yang bertato diasumsikan dari pelaku kriminal atau dari kelompok pelaku kriminal (yakuza やくざ).
    Sabtu (6/8) yang lalu saya pergi bersama seorang teman (Masuko) pergi ke kolam renang di daerah Kanagawa. Nama tempatnya Yomiuri Land Water Amusement Island, dari namanya saja sudah bisa ditebakkan? Jadi bukan mau berolahraga, tapi mau menikmati main air di tengah panasnya udara musim panas. Harga tiketnya ¥2800 atau sekitar Rp290.000,-. Dari website yang saya lihat tempatnya seru dan menarik. Kalau jalan-jalan ke Kanagawa silakan berkunjung ke sini, tapi di musim panas saja ya, musim-musim lainnya kolam renangnya ditutup. So, check this out http://www.yomiuriland.co.jp/wai/
    Baru sampai di depan pintu masuknya sudah tertera larangan bagi yang bertato. Tidak perlu baca bahasa Jepangnya dari gambar dan terjemahan bahasa Inggrisnya saja sudah jelas sekali kalau tato dilarang. Bahkan tato yang temporer pun, dilarang. Dan … tidak ada refund bagi mereka yang ditolak masuk karena kedapatan bertato. Jadi, larangan bertato di kolam renang ini benar-benar keras (kibishii 厳しい).
Larangan bagi yang Bertato

    Setelah puas main air, diombang-ambing ombak, dibawa arus dan meluncur dari ketinggian, saya pergi ke pemandian air panas (onsen 温泉) yang letaknya tidak jauh dari tempat saya berenang. Lagi-lagi belum masuk ke tempat resepsionisnya sudah tertera larangan bagi yang bertato. Oalah, begitu mengerikannya kah tato ini di Jepang, sampai-sampai tempat untuk relaksasi juga dilarang??

Larangan bagi yang Bertato
 
    Dari beberapa sumber yang saya baca bentuk larangan ini juga banyak berlaku di pemandian umum (sentō 銭湯) dan tempat fitnes. Nah, untuk teman-teman yang bertato dan mau berkunjung ke Jepang, ada baiknya sebelum masuk ke tempat-tempat yang disebutkan di atas untuk menanyakan kepada petugas setempat kalau tidak mau rugi.

Senin, 22 Agustus 2011

Ke Rumah Takako Sensei


Sudah empat hari ini (sejak Jumat, 19/8) Tokyo diguyur hujan. Suhu udara sekarang berkisar 22 °C. I like it. Sejuk, tidak panas lagi. Tidak perlu mandi 4 – 5 kali lagi dalam sehari dan tidak perlu berendam di ofuro dingin berlama-lama.
    Hari Kamis lalu (18/8) suhu udara di sekitar Tokyo tercatat 37 °C, bahkan di Saitama 38,5 °C. Rasanya seperti dalam sauna, keringat bercucuran. Sesuai dengan janji saya melalui telepon, saya bertemu Takako Sensei di stasiun Myougadani. Hmm… bertemu Takako Sensei di Jepang, sampai hari ini saya tidak percaya, apalagi kemudian diajak ke rumah keluarganya.
    Rumah keluarga Takako Sensei ternyata hanya beda 4 stasiun dengan rumah di mana saya tinggal. Dari stasiun Myougadani naik subway Marunouchi-sen sampai Ikebukuro, kemudian ganti jalur kereta naik Saikyou-sen ke stasiun Juujou, hanya butuh 20 menit. Dekat.
    Sampai di stasiun Juujou pukul 16.30 udara sudah mulai bersahabat, tidak sepanas siangnya. Tapi kaus saya masih basah karena keringat, meskipun naik densha yang berpenyejuk. Hari itu memang luar biasa panasnya. Senjata saya hanya satu: uchiwa (団扇). Ya, kipas bulat ini yang menyelamatkan saya dalam panas terik hari itu. Untuk ke rumah Takako Sensei rupanya melalui pasar ‘tradisional’. Kata Takako Sensei, pasar seperti ini biasa ada di Jepang, memang biasanya ada di dekat stasiun. (Tapi di Myougadani atau Korakuen tidak ada ya??) Di pasar ini Takako Sensei, beli banyak buah-buahan, makanan khas Jepang yang belum pernah saya makan.
    Sampai di rumah Takako Sensei hari sudah mulai gelap. Rumah Takako Sensei ini, menurut saya sangat tradisional mulai dari taman, interior dan pernak-pernik lainnya. Menarik. Di rumah ini saya berjumpa adik laki-laki Takako Sensei dan keluarganya yang sekarang tinggal di rumah ini. Mereka semua baik dan ramah.
    Di rumah ini saya makan buah yang dibeli Takako Sensei di pasar tadi. Nama buahnya ichijiku (いちじく) bentuk buahnya seperti jambu air tapi daging buahnya lunak dan rasanya manis legit seperti tepung.
Ichijiku (いちじく)
    Saya dipersilakan duduk di ruangan dengan tikar tatami (), di ruangan ini juga terdapat kamidana, yang semenjak saya datang menarik perhatian saya. Kamidana (神棚) secara harfiah berarti altar dewa menurut kepercayaan Shinto. Jadi, kamidana ini adalah semacam miniatur kuil Shinto (jinja 神社) yang terdapat di rumah-rumah orang Jepang. Menurut adik Takako Sensei, sekarang ini rumah-rumah orang Jepang jarang terdapat kamidana
Kamidana (神棚)

    Di ruang sebelah tempat kami makan, terdapat butsudan (仏壇) dan tokonoma (床の間). Berbeda dengan kamidana, butsudan ini adalah altar Budha, biasanya nama orang yang sudah meninggal juga diletakkan di sini. Sedangkan tokonoma adalah titik pusat ruangan khas Jepang (washitsu 和室) yang biasanya terdapat pajangan yang berharga seperti kaligrafi (kakejiku 掛け軸), ikebana, guci, dsb. Nah, menurut Takako Sensei, di rumah keluarganya ini terdapat dua tokonoma. Jadi bagian tempat memajang pajangan lebih banyak. Di tokonoma ini saya juga melihat masing-masing foto kaisar Akihito dan permaisuri Michiko. Sangat nasionalis. 
butsudan (仏壇)
Tokonoma (床の間)

Foto bersama keluarga Takako Sensei

    Hari sudah beranjak malam, setelah foto bersama saya pamit pulang, benar-benar hari yang tidak akan pernah saya lupakan.

Sabtu, 13 Agustus 2011

HEATSTROKE!!!

Masih tentang panas, sepertinya topik ini tidak akan habis dibahas setiap kali bertemu orang di sini. Jadi, membicarakan cuaca bukan lagi sekadar basa basi, tapi merupakan sesuatu yang sangat serius. Hari Kamis (11/8), rata-rata suhu udara di lebih dari 94 lokasi berkisar 35°C dan yang terpanas adalah di Tatebayashi, prefektur Gunma mencapai 38.5°C. Di seluruh Jepang tercatat 4 orang meninggal dunia dan 900 orang dilarikan ke rumah sakit karena serangan panas atau heatstroke

Stasiun Harajuku


Jalan di depan stasiun Ikebukuro
    Serangan panas atau heatstroke dalam bahasa Jepang disebut necchuushou (熱中症). Berikut informasi mengenai heatstroke yang saya sarikan dari berbagai sumber. Penyebab serangan ini, salah satunya adalah naiknya suhu lingkungan yang menyebabkan suhu tubuh melebih 40°C. Biasanya ditandai dengan keringat berlebihan, kelelahan, haus dan kram otot. Jika tidak segera ditangani kondisi seperti ini dapat dengan segera memburuk, yaitu sakit kepala, pusing, mual, kulit dingin dan kram otot. Kondisi yang memburuk inilah yang kemudian disebut heatstroke.
    Bila terjadi heatstroke yang perlu dilakukan adalah mendinginkan suhu tubuh, seperti berteduh, minum air atau minuman berelektrolit dan kompres badan dengan air dingin. Bila keadaan masih belum berubah, disarankan untuk segera ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan yang lebih maksimal. Nah, untuk mencegah terjadinya heatstroke yang harus dilakukan adalah minum air yang cukup, sedapat mungkin berada di tempat yang teduh, hindari beraktivitas berlebihan dan kurangi minum minuman yang dapat memicu terjadinya dehidrasi, seperti teh, kopi dan alkohol.
    Di Jepang sekarang ini sering sekali saat berjumpa menyapa dengan seruan, Oatsu gozaimasu (お暑うございます) yang arti harfiahnya (sekarang) panas ya. Hufff @.@ (Menulis tentang ini saya jadi minum terus, ampun deh!)

Jalan menuju Yoyogi Park dan Meiji Jingu



http://news.tbs.co.jp/20110811/newseye/tbs_newseye4799210.html